Sekelumit Cerita tentang Gadget
(By Christie Damayanti)
Ketika orang tua ‘menyita’ sesuatu
karena tidak bisa lagi untuk bicarakan baik2 dengan anak2nya, kadang2
antara orang tua dan anak2nya itu akan menjadi bersitegang dan mungkin
juga bisa membuat hubungan retak tanpa tahu kapan bisa tersambung lagi.
Orang tua seharusnya bisa mengerti, bahwa anak2 adalah manusia2 kecil
yang ditipkan Tuhan sebagai kebagian dari kita, dan mereka tetap
mempunyai akal budi dan pemikiran masing2, walau semuanya itu tetap
harus mulai bisa di didik sejak kecil.
Adalah teknologi, yang membuat beberapa
anak2 dan remaja sering menjadi ‘hilang kontrol’, sehingga mereka sering
terpuruk dalam ketidak-berdayaan. Misalnya tentang gadget. Gadget
memang menarik bagi hampir semua manusia, tidak terkecuali adalah anak2
dan remaja. Dan ketika pertumbuhan gadget ‘booming’ dan membuat semua
orang lupa daratan, gadget menjadi sebuah makhluk yang bisa menjadi
‘musuh’ bagi banyak orang …..
Dan buatku, gadget berupa bb atau
smartphone dan MP4 atau iPod memang merupakan ‘kebutuhan’ remaja
sekarang, walaupun banyak juga orang tua yang mangatakan bahwa barang2
tersebut tidak baik untuk remaja. Memang, masing2 orang tua mempunyai
konsep sendiri2 dalam mendidik anak2nya.
Dalam mendidik anak2ku, aku tidak
terlalu ‘keras’ sebagai orang tua tunggal, dan tidak seperti orang tuaku
yang mendidikku sangat keras. Jujur, aku sering agak merasa ‘bersalah’
ketika anak2ku meminta perhatian lebih dari aku, mamanya, sehingga aku
sering trenyuh jika aku harus bekerja lebih keras untuk juga membiayai
mereka semua, padahal mereka ingin mamanya menemani mereka. Dan
hasilnya, bahwa hampir semua permintaan mereka aku turuti, sepanjang aku
mampu dan aku pertimbangkan untuk kebutuhan mereka, bukan hanya sekedar
berfoya2.
Begitu anak2ku sudah mengenal ‘dunia’,
masing2 mereka minta dibelikan hp yang kemudian berevolusi menjadi
smartphone atau bb. Aku sangat memakluminya. Bukan hanya untuk mereka
berinteraksi dan bersosialisasi antar mereka dan teman2nya saja, tetapi
juga bisa untuk berhubungan antara aku yang selalu berada di kantor
seharian penuh dengan anak2 yang padat berkegiatan, juga sehari penuh,
setiap hari.
Mereka juga menginginkan musik, secara
mereka memang sangat suka musik, sehingga masing2 aku belikan MP4 serta
iPod, bukan hanya untuk berfoya2, tetapi mempertimbangkan kebutuhan
mereka sebagai remaja.
Suatu ketika, sekitar 1 minggu lalu,
tiba2 sebuah sms mengejutkanku. Papaku, tumben … Kenapa tidak pakai bbm?
Aku buka, ternyata memang papaku memforward sms wali kelas Michelle
untuk memberitahukan bahwa bb dan iPhodnya di sita oleh sekolahnya.
Hmmmmm ….., aku hanya tersenyum. Sebagai orang tua, aku sangat yakin
bahwa sekolah, apalagi sebuah sekolah swasta yang ketat, dan
berdisiplin, pasti melarang anak2 didiknya untuk membawa gadget. Pun
kalau memang boleh dibawa, hanya boleh di pakai jika istirahat atau
sepulang sekolah, bukan di dalam kelas dalam keadaan ‘terbuka’ …..
Aku dan papaku membalas sms wali kelas
Michelle, bahwa sebenarnya itulah yang kami inginkan, bahwa memang tidak
seharusnya bb dan iPodnya disimpan di rumah, bukan dibawa ke sekolah.
Sepulang dari kantor, aku berharap dan menunggu, pa yang mau
diceritakan Michelle tanpa aku mulai menanyakannya. Makan malam bersama,
biasanya memang ajang berkumpul dan berdiskusi dalam keseharian kami
masing2 di setiap harinya. Kupikir, Michelle tidak mau menceritakan
tentang bb dan iPodnya yang disita. Tetapi ketika kami saling
mentertawakan yang lucu2 hari itu, tiba2 terhenti ketika Michelle agak
cemberut manja dan berkata,
“Ma, tadi bb dan iPodku disita sama bu Manggar”
Aku hanya tersenyum sambil bertanya,
“Kenapa? Kan biasanya bb dan iPod kamu disimpan di rumah? Koq bisa disita?”
“Iya ma. Kemarin temanku minta aku bawa bb dan iPod”
“Terus, kenapa kamu iya-in? Memang dia ga punya bb atau musik?”, aku bertanya lagi.
“Dia hanya melihat2 saja, ma, karena dia mau minta dibelikan seperti punyaku”.
“Jam pelajaran matematika bu Manggar
ngajar. Bb ku dipinjem temanku tapi iPodku sih ada di tasku. Terus,
tiba2 ketahuan bu Manggar dan bb ku yang di temanku, disita. Trus, bu
Manggar malah aduk2 tasku dan iPodku juga disita”, kata Michelle sambil cemberut manja.
Aku tetap tersenyum, ketika Michelle bertambah cemberut karena aku justru meledeknya. Kukatakan,
“Makanya, semua kata2 orang tua itu pasti benar! Bahwa kamu tidak boleh ini dan itu, tetapi kamu sering ga mau dengar, kan?”
Versi bu Manggar, bahwa beliau melihat
memang bb Michelle di pakai temannya DI DALAM KELAS untuk chatting di
Facebook, dan Michelle pun ternyata sembunyi2 mendengarkan lagu
kesayangannya lewat iPod. Hmmmmm …… walau dia sudah jujur bercerita
adaku, tetapi mungkin juga tidak terlalu jujur dalam menceritakan
masalahnya dengan detail, walau aku tidak bertanya2 lebih lanjut, karena
toh belum tentu juga itu yang terjadi.
Aku ingin sebijaksana mungkin menghadapi
ABG2 ku dalam membimbing hidupnya untuk masa depannya. Aku, seorang
’single parent’, ingin selalu mendapat tempat di hati anak2ku, dengan
tidak akan pernah ( sangat berusaha ) memarahinya, walaupun mereka
justru sering membuat aku kesal dengan tingkah polah mereka …..
Cerita Michelee, membuat aku bertambah
merenung, banyak hal. Pertama, bahwa gadget memang benar2 merupakan
kebutuhan remaja, dan sebagai orang tua, aku akan berjuang untuk
memenuhi kebutuhannya, sebaik2nya. Kedua, bahwa gadget bisa membuat
remaja menjadi ‘manja’, nyaman dan ‘terbius’, walau banyak sudah dari
mereka bisa mengendalikan diri. Seperti Michelle, sebenarnya dia sudah
bisa mengendalikan dirinya, dengan menurut apa yang aku inginkan.
Tetapi, toh tetap bisa ‘terjatuh’ dan gadgetnya disita oleh sekolahnya.
Dan yang paling ‘crusial’ adalah bahwa
gadget bisa ‘mempengaruhi’ teman2nya, yang mungkin mereka tidak mampu
sepertinya. Sehingga, kecemburuan sosialpun bertambah besar. Makanya,
biasanya memang di sekolah anak2ku tidak boleh membawa gadget, selain
bisa mengganggu proses belajar mengajar, juga bisa menjadikan
kecemburuan sosial.
Gadget, masih sangat menarik banyak
orang. Jangankan anak2 dan remaja, orang dewasa pun bisa ‘terbius’
dengan gadget,sehingga tidak krimalpun bisa merajalela. Dan aku ingin,
anak2ku tetap bisa mengendalikan dirinya, walau aku mengerti, mungkin
sekali2 mereka akan ‘terjatuh’. Tetapi tdak untuk terus terjatuh.
Berdirilah dan bangkitlah, jika sudah sadar, untuk meneruskan mimpi2nya
bagi masa depannya …..
0 komentar:
Posting Komentar