Sore tadi saya datang ke Jogja Media Net untuk mencari data seputar
peta teknologi digital di Jogja. Data yang saya bayangkan antara lain
jumlah pengguna internet, jumlah warnet, jumlah game center, dan lain sebagainya. Ini dalam rangka membantu riset salah satu dosen favorit saya. Tema risetnya adalah game online dan parental mediation.
Lalu saya bertemu dengan mas Eka Indarta dari Jogja Media Net. Saya
sampaikan maksud kedatangan sembari menjelaskan sekilas penelitian dan
data yang dibutuhkan. Mas Eka ini orangnya baik dan kooperatif dengan
peneliti(an). Meskipun dia seorang praktisi, dia rajin mencari dan
mengumpulkan literatur tentang teknologi komunikasi dan informasi, new
media, dan lain sebagainya. Senangnya lagi, Mas Eka ini termasuk
praktisi yang tidak pelit berbagi data dan mendiskusikannya. Bahkan
sepanjang saya mengenalnya, dia cocok jadi pengajar. Dalam
diskusi-diskusi ia menjelaskan teknologi informasi dengan konsep-konsep
ilmiah, mengeja definisi suatu istilah, juga memberikan contoh
terapannya.
Berkaitan dengan data yang saya butuhkan, Mas Eka malah memberikan
masukan bagi penelitian ini. Menurutnya sekarang terjadi pergeseran
definisi tentang akses internet, yaitu dari akses publik (melalui
fasilitas umum seperti hotspot maupun warnet) menjadi akses personal.
Hampir semua orang sekarang mengakses internet dari perangkat mobile yang bersifat personal mulai dari laptop, tablet, smartphone, dan HP kurang smart. hehe
Berbicara tentang game online, sekarang sudah tidak relevan
jika dikaitkan dengan jumlah game center di suatu daerah. Alasannya
adalah bahwa sekarang pengguna game cenderung bergeser dari perangkat fixed (PC misalnya) ke mobile gadget.
Dalam pameran-pameran komputer akhir-akhir ini, tingkat penjualan PC
menurun secara signifikan sementara penjualan laptop, tablet, dan smartphone
meningkat tajam. Oleh karena itu konsep yang lebih relevan digunakan
sekarang adalah penetrasi internet. yaitu jumlah pengguna internet
dibandingkan jumlah seluruh penduduk di suatu daerah.
Terkait dengan penetrasi internet, Jogja boleh berbangga karena
tingkat penetrasi internetnya lebih tinggi dibandingkan Jakarta.
Penetrasi internet di DIY mencapai 38,5%, sedangkan DKI sebesar 36,9%.
Jika dilihat dari perangkat yang digunakan untuk mengakses internet,
sebagian besar (63%) pengguna internet di Jogja menggunakan perangkat
komputer dekstop, sedangkan di DKI mayoritas menggunakan smartphone.
Konsep yang menarik lainnnya adalah pengklasifikasian pengguna internet yaitu digital imigrant dan digital native. Digital imigrant
adalah pengguna internet yang mengenal internet saat dewasa. Umumnya
saat ini mereka yang berusia 34 tahun ke atas. kelompok ini sering
merasa harus selalu belajar menyesuaikan diri untuk mengoperasikan
gadget, bagaimana menggunakan email, dan jejaring sosial. mereka ini
juga tidak mudah untuk berganti-ganti platform perangkat lunak.
Digital native adalah generasi pengguna internet yang lahir
dan berkembang dalam era internet yang serba terdigitalisasi dan
terkoneksi. kelompok ini cenderung membentuk tren di dunia maya. Mereka
mulai mengadopsi istilah-istilah yang berasal dari pengalaman
berinternet ke dalam bahasa sehari-hari misalnya lemot, copy paste, konek. mereka yang termasuk dalam digital native saat ini adalah mereka yang berusia di bawah 34 tahun.
Kembali soal game online, ada beberapa kecenderungan pergeseran pengguna dan format game online. Pertama, game online
berkembang dari game ‘berat’ ke game yang ‘ringan’. Yang dimaksud
dengan game berat adalah game yang menuntut perangkat dan kecepatan data
dengan spesifikasi yang tinggi untuk memainkannya. yang termasuk game
berat antara lain DOTA, Ragnarok, dan Winning Eleven.
Sedangkan game ringan adalah game dengan visual dan cara kerja yang
sederhana sehingga tidak membutuhkan perangkat yang spek-nya tinggi.
yang termasuk dalam game ringan adalah game yang ada di smartphone atau
facebook. Kedua, game online berkembang biasanya berasal dari social media seperti Facebook. Dengan adanya game di platform social media
seperti Facebook, pengguna bisa mengundang atau mengajak temannya untuk
mengunduh lalu memainkannya baik sendiri maupun bersama. Hal ini
berdampak pada alur bisnis game online yaitu bermula dari aplikasi
berbasis multimedia platform, social media, games, baru terakhir commerce. sebagai contoh aplikasi Line yang menyediakan fungsi messenger dengan emoticon yang lucu. Selain itu juga ada beberapa games yang terintegrasi. Untuk mendapatkan emoticon yang lebih banyak pengguna bisa melakukan dua cara, memainkan game dan mengundang teman atau membayar untuk bisa mengunduh emoticon. ketiga, seiring dengan berkembangnya game ringan berbasis social media, pengguna game online
saat ini cenderung didominasi oleh anak berusia 12 ke bawah. karena
game ringan biasanya juga simpel cara kerjanya. ibarat kata main game
hanya dengan sekali pencet. tidak serumit game berat yang menuntut
kemampuan berfikir.
Demikian sekilas pengetahuan yang saya dapat hari ini. Terima kasih
Mas Eka atas obrolan dan datanya. Juga terima kasih mbak Yayuk yang
sudah memberi kesempatan terlibat.
Referensi: DR. Ir. Didit Herawan, MBA (ed.). 2013. Profil Pengguna Internet Indonesia 2012. Jakarta: APJII
Sabtu, 23 November 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar