Minggu, 03 November 2013

cinta

Bunyi burung yang berkicau begitu indah, ditambah lagi langit yang mendung menambah kan hawa yang sejuk di pagi ini…
“Eh ra lo gak papa tuh ngeliatin doi lagi sama ceweknya gitu?” Celetuk nia yang dari tadi memang sedang mengamati ciara.
“…” Ciara menoleh dengan menunjukkan muka suram nya.
“Uhm iya ra sekarang gue paham, pft udah deh ra jangan diratapin melulu… Banyak kali yang lebih baik dari doi, banyak banget malah. Gue gak suka kalau ngeliat lo stuck di doi doang” okey?! Ujar nia yang memberikan ceramah singkat di pagi hari…
“Ho’oh, paham kok gue ni. Yang gue gak ngerti ya itu. Kok doi bisa ya jadian secepet itu sama cewek yang jelas jelas baru dia kenal. Sedangkan gue? Gue udah deket sama dia hampir empat tahun gini, empat tahun ni! peka aja enggak kali tuh orang kalau gue suka sama dia”.
“Lo tau kan gue bakal bilang apa? Ya karena lo nya gak pernah nunjukin kalau lo itu suka sama dia ra. Smsan bisa diitung pake jari, uhm ngobrol? Aduh jarang banget. Masih jaman gitu mencintai seseorang dalam diam? emang nya lo gak capek apa sama persepsi lo itu?” Tanya nia, karena untuk kesekian kalinya, sahabat nya itu terpuruk karena cintanya yang tak terbalas.
“Persepsi apa deh ni? Emang gue pernah apa bikin persepsi tentang hubungan gue sama dia?” Ciara pun balik bertanya terhadap nia.
“Pliss deh ra gak usah pura-pura lupa! Lo inget kan lo pernah bilang gini ‘denger ya na, fahmi itu first love gue dan gue gak bakal mau move on sebelum bisa pacaran sama dia!’ nah sekarang lo inget kan?”
“Iya ni, iya… Gue tau kok gue salah. Udah ah bete deh bahas nya. Ke kantin yuk, galau gini malah bikin gue haus.” Ajak ciara sambil meraih tangan nia.
“Ya udah ayuk, tapi inget ya ra pesan gue.” ujar nia…
“Iyaaa, ya ampun temen gue satu ini bawel ya” Jawab ciara sambil mencubit pipi nia…
Oh iya perkenal kan nama ku, ciara teman-teman biasa memanggil ku ara.
Aku jatuh cinta sama orang ini. Dia fahmi anak tim basket di sekolah ku. Kami sudah berteman sejak smp, kira-kira sudah empat tahun, walaupun begitu semenjak kami lulus SMP fahmi mulai menjauh dari kehidupan ku. Mungkin karena sekarang dia sudah terkenal, kami jadi jarang mengobrol dia pun begitu sibuk kulihat ditambah lagi dia adalah ketua osis di sekolah ku. Ah sudah lah mungkin bagi nya aku ini adalah masa lalu yang tak perlu diingat. Tapi walaupun begitu aku suka dia dari awal pertemuan kami yaitu kelas satu SMP, kala itu aku satu kelas dengan nya kami dekat hanya sekedar teman satu kelas, selebihnya aku tak ingin berharap. Hingga saat ini kami sudah kelas satu SMA. Dan perasaan ku tetap sama sampai detik ini.
“Eh gue mau mesen es teh dulu nih di jawir, lo mau gak ni?” Tanya ciara kepada nia…
“Hmmm gue boleh deh satu, teraktir ya ra hehehe”
“Iya iyaa, apa sih yang enggak buat lo” jawab ciara…
“Wir es teh nya satu ya, di gelas aja” Baru aku ingin memesan es teh, tiba-tiba ada seseorang yang suaranya sudah tidak asing lagi di telinga ku. Hah! Yang benar saja dia fahmi. Aku mematung, aku tidak sanggup untuk melihat ke arahnya. Bukannya memesan es teh. Aku langsung pergi ke tempat tadi aku duduk dengan nia…
“Niaaa! Lo tau apa?! Tadi gue ketemu fahmi di tempatnya jawir. Terus bukan nya beli es teh yang lo pesen gue malah kabur” cerita ciara dengan penuh semangat…
“Yaaah, gue kira kenapa, batal dong gue minum es teh huhu. Terus ngapain juga lo mesti kabur raaa. Ketauan banget nervous nya itu ya”
“Mau gimana lagi raa, gue bener-bener nervous abis tadi, maaf deh kita beli jus aja okey?” Ujar ciara dengan muka dimelas-melasin.
“Ya udah iya iya, kali ini biar gue yang beli deh. Uangnya mana bos”
“Huhu dasar ya lo ni, ckckckck cepetan loh gak pake tebar pesona segala”.
“Iya… Tenang ajaa raa… Byee tunggu gue balik yaa”. Jawab nia kesenengan…
Satu bulan berlalu, ternyata perkembangan dia dengan pacarnya masih tetap sama. Masih romantis.
Sedangkan aku hanya bisa bertahan dengan perasaan ini. Aku tak ingin berharap tapi hati selalu berkata lain. Aku bingung dengan perasaan ini, pantaskah aku mempertahan kan perasaan ini? Ditambah lagi sekarang ada penyakit yang bersarang di tubuh ku dan tidak ada satu pun yang tau kalau aku mengidap penyakit kanker stadium akhir, kecuali dokter ku. Bahkan orang tua ku. Tapi pernah satu kali aku keceplosan cerita sama nia, Aku tidak tahan lagi menanggung beban ini. tapi aku juga tidak ingin membuat orang-orang yang aku sayangi merasa sedih atas penyakit ku ini. Yang aku ingin kan di sisa akhir hidup ku ini adalah aku dapat mengatakan perasaan ku kepada nya. Iya fahmi. Aku ingin semua nya indah dan sempurna seperti yang kuingin kan. Sampai aku di panggil oleh-NYA.
“Hey ra… Ngelamun aja lo” ujar kinan
“Duhh kaget banget tau… Hoooo iya nih sekarang lagi hobby ngelamun gue” jawab ciara asal. Ngelamun kok dijadiin hobby gitu ehehehe.
“Kenapa sih ra? Lo ada masalah? Cerita dong sama gue” tanya kinan memberikan pundak untuknya.
“Gak papa kok nan, baik gue. Eh btw nia mana ya? Kayaknya dari tadi gue gak liat deh”
“Sama ra, gue juga dari tadi gak liat… Pft kemana sih ini orang. Ke toilet kali ya ra. Ah entar juga balik”…
“Iya kali ya nan, duh mau ke toilet nih. Anterin dong nan… Plisss” ujar ciara sambil menahan panggilan alam tsb
“Ya udah yuk, gue juga lagi bete di kelas melulu dari tadi”…
Ketika perjalanan menuju toilet sekolah, aku melihat nia dan fahmi sedang membicarakan sesuatu.
“Niaaa! Elo ya kita cariin tau dari tadi… Ya kan ra?”
“I… iya ni, lo disini tenyata”
“Eh kalian, mau pada ke toilet kan? Yuk cus gue juga ikut”… Jawab nia cepat-cepat menyudahi percakapan nya dengan fahmi.
“Niaaa, kok lo ngobrol sama fahmi gak ngajak-ngajak gue siihhh? Huhu”
“Bukan nya gitu raa, tadi itu gue lagi Ngomongin bahan buat osis besok” jawab nia
“Oh gitu huft gue kira ngomongin gue hehehe…”
“Eh cie ara tadi ada siapa tuh…” Celoteh kinan sambil tertawa heboh
“Ih maludeh gue, jangan kayak gitu dong nan”
nia, dan kinan pun tertawa sepanjang perjalanan menuju toilet mengingat merahnya wajah ku saat berpas-pasan dengan dia…

Tiba-tiba darah segar keluar dari hidung ku, astagfirullah. Aku yang tersadar langsung menyeka darah tersebut dengan tissue dan langsung pergi ke toilet. Untung yang lain lagi ke koperasi buat fotokopi bahan buat presentasi besok. Pikirku…
Sepulang sekolah, aku bergegas ke dokter yang biasa merawat ku yaitu dokter irwan, dokter kepercayaan keluarga ku. dan ketika aku kolaps seperti ini aku lebih memilih untuk bercerita tentang sakit ku kepada dokter irwan. Seketika itu seperti biasa aku diberi sebuah suntikan di lengan kanan. Dan dokter irwan lah yang selama ini menyimpan rahasia tentang penyakit ku ini.
“Ra… Kamu harus memberi tahukan penyakit mu kepada orang tua mu.” Ujar dokter irwan kepadaku
“Iya dok, aku hanya belum siap untuk memberi tahukan keadaan ku saat ini. Dokter mengerti kan alasannya?” Jawab ku hingga tak terasa ada air yang menetes di pipiku.
“Tapi ra kalau kamu tetap kekeuh gak mau kemoterapi penyakit mu ini akan nambah parah, ditambah lagi usia kanker mu yang sudah mencapai stadium akhir”.
Kata-kata dokter irwan mengiang di telinga ku, haft sudah lah kalau usia ku cukup sampai disini aku ikhlas. Karena aku tahu segala sesuatu yang telah ditakdir kan Allah SWT pada ku, itulah yang terbaik bagi ku.
Belum sampai aku di rumah, kepala ku terasa sangat pusing dan lagi-lagi darah segar keluar dari hidung ku… Ya Allah apa ini memang takdir untuk ku… Aku belum sempat membahagiakan orang tua ku, dan aku juga belum sempat untuk mengatakan perasaan ku kepada fahmi…
Akhirnya aku memilih untuk kembali ke Rumah Sakit di tempat dokter irwan bekerja…
“Ra…raaa kamu kemo ya…”
Suara dokter irwan seakan melayang-layang di kepala ku… Dan aku tersadar sekarang aku sudah ada di atas tempat tidur dorong di rumah sakit…
Seketika aku merasakan tangan ku ada yang memegang, aku berusaha untuk membuka mata…
“Raaa… Yaa Allah alhamdulillah raa, kamu akhirnya siuman”
Aku hanya bisa tersenyum kepada mama, aku hanya ingin menyampaikan ‘terima kasih maah paah buat semuanya i love you so much’
Tiba-tiba nia dan kinan datang dengan seseorang yang tidak asing lagi bagi ku. Omg itu fahmi, kok dia bisa ada disini… Belum sempat aku memikirkan hal tsb, fahmi langsung menghampiri ku…
“Raa aku udah tau semuanya dari nia, kenapa kamu gak pernah bilang dari awal tentang semuanya, aku juga sayang ra sama kamu… Perasaan ku masih sama waktu pertama kali kita ketemu… I love you raa. Plis jangan tinggalin aku…”
Ciara hanya membalas tulusnya perkataan fahmi dengan senyum dan air mata… Hingga akhirnya denyut jantung ciara menandakan ciara telah pergi kehadapan-NYA…
“Fahmi, ciara menitipkan surat untuk kamu” nia menyerahkan surat tersebut karena dia telah berjanji untuk memberikan surat tsb ketika ciara sudah pergi ke hadapan sang khalik.
Dear fahmi,
kalau kamu menerima pesan ini berarti aku sudah tidak ada di dunia ini lagi. Aku hanya ingin mengunggkapkan semua nya kepada mu, rasa yang aku pendam selama empat tahun ini. Iya, aku sayang kamu. Maaf karena aku bisa selancang ini, walaupun kita jarang ngobrol maupun hanya bertukar sapa saja jarang. Karena bagiku menganggumi mu dari jauh saja sudah membuat ku bahagia. Terima kasih karena selalu menghadirkan senyum mu disaat-saat hari ku hampir usai, walaupun senyuman itu bukan ditujukan untuk ku. Asal kan kamu bahagia, kelak aku pun juga akan bahagia. Segitu dulu ya. Aku pergi dulu, satu yang pasti aku akan selalu ingat kamu. I love you fahmi!
From: ciara
Akhirnya air mata fahmi pun menetes karena tidak kuat memendung pedih nya atas kepergian ciara yang begitu cepat…
The end. (cerpen.com)

0 komentar:

Posting Komentar