Sabtu, 23 November 2013

mesir

(sumber : wikipedia)
Mesir berbentuk republik sejak 18 Juni 1953, Mesir adalah negara pertama yang mengakui kedaulatan Indonesia. Mohamed Hosni Mubarak telah menjabat sebagai Presiden Mesir selama lima periode, sejak 14 Oktober 1981 setelah pembunuhan Presiden Mohammed Anwar el-Sadat. Selain itu, ia juga pemimpin Partai Demokrat Nasional. Perdana Menteri Mesir, Dr. Ahmed Nazif dilantik pada 9 Juli 2004 untuk menggantikan Dr. Atef Ebeid.
Kekuasaan di Mesir diatur dengan sistem semipresidensial multipartai. Secara teoritis, kekuasaan eksekutif dibagi antara presiden dan perdana menteri namun dalam prakteknya kekuasaan terpusat pada presiden, yang selama ini dipilih dalam pemilu dengan kandidat tunggal. Mesir juga mengadakan pemilu parlemen multipartai.
Pada akhir Februari 2005, Presiden Mubarak mengumumkan perubahan aturan pemilihan presiden menuju ke pemilu multikandidat. Untuk pertama kalinya sejak 1952, rakyat Mesir mendapat kesempatan untuk memilih pemimpin dari daftar berbagai kandidat. Namun, aturan yang baru juga menerapkan berbagai batasan sehingga berbagai tokoh, seperti Ayman Nour, tidak bisa bersaing dalam pemilihan dan Mubarak pun kembali menang dalam pemilu.
Pada akhir Januari 2011 rakyat Mesir menuntut Presiden yang sekarang berkuasa Hosni Mubarak untuk meletakan jabatannya. Hingga 18 hari aksi demonstrasi besar-besaran menuntut Presiden Hosni Mubarak mundur, akhirnya pada tanggal 11 Februari 2011 Hosni Mubarak resmi mengundurkan diri. Pengunduran diri Hosni Mubarak ini disambut baik oleh rakyatnya, dan disambut baik oleh dunia Internasional.
Pada 4 Juli 2013, Panglima Angkatan Bersenjata Mesir Jenderal Abdel Fatah Al Sisi mengumumkan adanya revolusi untuk mengamankan Mesir, yang bertujuan untuk menggulingkan Moursi. Moursi sendiri adalah presiden pertama Mesir yang dipilih secara demokrasi.[1]

Sejarah

Mesir Arab dan Utsmaniyah

Selim I (1470–1520), penakluk Mesir
Bizantium mampu membangun kontrol di negara itu setelah invasi singkat Persia pada awal abad ke-7, sampai 639-42, ketika Mesir diinvasi dan ditaklukkan oleh Khalifah oleh Muslim Arab. Ketika mereka mengalahkan tentara Bizantium di Mesir, orang Arab membawa Islam Sunni kesana. Pada awal periode, orang Mesir mulai membaurkan iman mereka kepercayaan adat dan praktik, yang menyebabkan berbagai tarekat Sufi berkembang sampai hari ini.[2] Ritus-ritus ini selamat dari Gereja Ortodoks Koptik Alexandria.[3]
Penguasa Muslim ditunjuk kekhalifahan Islam untuk tetap in menguasai Mesir selama enam abad berikutnya, dengan Kairo sebagai pusat kekhalifahan dibawah Fatimiyah. Dengan berakhirnya Dinasti Ayyubiyah Kurdi, Mamluk, sebuah kasta militer Turko-Sirkasia, mengambil kontrol pada 1250 M. Pada akhir abad ke-13, Mesir menghubungkan Laut Merah, India, Malaya, dan Samudra Hindia.[4] Mereka terus memerintah negara itu sampai penaklukan Mesir oleh Turki Utsmaniyah pada 1517, yang setelahnya Mesir akan menjadi provinsi dari Kesultanan Utsmaniyah. Sekitar 40% populasi Mesir pada pertengahan abad ke-14 terbunuh oleh Kematian Hitam.[5]
Setelah abad ke-15, invasi Utsmaniyah menekan sistem Mesir mengalami kemunduran. Militarisasi defensif merusak masyarakat sipil dan institusi ekonomi.[4] Melemahnya sistem ekonomi yang dikombinasikan dengan efek dari penyakit pes yang meninggalkan Mesir yang membuat ia rentan dari invasi asing. Pedagang Portugis mengambil alih perdagangan mereka.[4] Mesir mengalami enam kelaparan antara 1687 dan 1731.[6] Kelaparan 1784 menyebabkan kerugian yang kira-kira seperenam dari penduduknya.[7]
Laksamana Inggris Codrington bernegosiasi dengan Muhammad Ali Pasha di istana terakhir di Iskandariyah.
Invasi Perancis di Mesir yang singkat itu dipimpin oleh Napoleon Bonaparte yang dimulai pada 1798. Pengusiran Peranci pada 1801 oleh tentara Utsmaniyah, Mamluk, dan Britania diikuti dengan empat tahun masa anarki sewaktu bangsa Utsmaniyah, Mamluk, dan Albania -- yang biasanya tunduk kepada Utsmaniyah—saling berebut kekuasaan. Saat kekacauan ini, komandan resimen Albania, Muhammad Ali (Kavalali Mehmed Ali Pasha) muncul sebagai tokoh, dan pada 1805 tanpa sepengetahuan Sultan di Istanbul, Muhammad Ali diangkat sebagai raja muda di Mesir.

Ekonomi

Jembatan Terusan Suez
Ekonomi Mesir sangat tergantung pada pertanian, media, ekspor minyak bumi, ekspor gas alam, dan pariwisata, terdapat pula lebih dari tiga juta orang Mesir bekerja di luar negeri, terutama di Arab Saudi, Teluk Persia dan Eropa. Penyelesaian Bendungan tinggi Aswan pada tahun 1970 dan resultan Danau Nasser telah menghasilkan tempat yang dihormati sepanjang masa dari Sungai Nil dalam pertanian dan ekologi negara Mesir. Sebuah populasi yang berkembang pesat, lahan pertanian terbatas, dan semua ketergantungan pada Sungai Nil terus membebani sumber daya dan menekankan ekonomi.[8]

Demografi

Mesir merupakan negara Arab paling banyak penduduknya sekitar 74 juta orang. Hampir seluruh populasi terpusat di sepanjang Sungai Nil, terutama Iskandariyah dan Kairo, dan sepanjang Delta Nil dan dekat Terusan Suez. Hampir 90% dari populasinya adalah pemeluk Islam dan sisanya Kristen (terutama denominasi Coptic).
Penduduk Mesir hampir homogenous. Pengaruh Mediterania (seperti Arab dan Italia) dan Arab muncul di utara, dan ada beberapa penduduk asli hitam di selatan. Banyak teori telah diusulkan mengenai asal-usul orang Mesir, namun tidak ada yang konklusif, dan yang paling banyak diterima adalah masyarakat Mesir merupakan campuran dari orang Afrika Timur dan Asiatik yang pindah ke lembah Nil setelah zaman es. Orang Mesir menggunakan bahasa dari keluarga Afro-Asiatik (sebelumnya dikenal sebagai Hamito-semitic).

Pembagian Administratif

Peta Mesir
Mesir dibagi menjadi 26 governorat (muhafazat; tunggal – muhafazah):

Agama

Agama memiliki peranan besar dalam kehidupan di Mesir. Secara tak resmi, adzan yang dikumandangkan lima kali sehari menjadi penentu berbagai kegiatan. Kairo juga dikenal dengan berbagai menara masjid dan gereja. Menurut konstitusi Mesir, semua perundang-undangan harus sesuai dengan hukum Islam. Negara mengakui mazhab Hanafi lewat Kementerian Agama. Imam dilatih di sekolah keahlian untuk imam dan di Universitas Al-Azhar, yang memiliki komite untuk memberikan fatwa untuk masalah agama.
90% dari penduduk Mesir adalah penganut Islam, mayoritas Sunni dan sebagian juga menganut ajaran Sufi lokal. Sekitar 10% penduduk Mesir menganut agama Kristen; 78% dalam denominasi Koptik (Koptik Ortodoks, Katolik Koptik, dan Protestan Koptik).

Pendidikan

Secara historis, modernisasi pendidikan di Mesir berawal dari pengenalan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi Napoleon Bonaparte pada saat penaklukan Mesir. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dicapai Napoleon Bonaparte yang berkebangsaan Perancis ini, memberikan inspirasi yang kuat bagi para pembaharu Mesir untuk melakukan modernisasi pendidikan di Mesir yang dianggapnya stagnan. Di antara tokoh-tokoh tersebut Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Muhammad Ali Pasha. Dua yang terakhir, secara historis, kiprahnya paling menonjol jika dibandingkan dengan tokoh-tokoh yang lain.
Sistem Pendidikan di negara Mesir meliputi:
  1. Sekolah Dasar (Ibtida’i).
  2. Sekolah Menengah Pertama (I’dadi).
  3. Sekolah Menengah Atas (Tsanawiyah ‘Ammah).
  4. Pendidikan Tinggi (Jami‘ah).

0 komentar:

Posting Komentar