Sabtu, 23 November 2013

Sedikit tentang Perkembangan Game Online di Indonesia

Sore tadi saya datang ke Jogja Media Net untuk mencari data seputar peta teknologi digital di Jogja. Data yang saya bayangkan antara lain jumlah pengguna internet, jumlah warnet, jumlah game center, dan lain sebagainya. Ini dalam rangka membantu riset salah satu dosen favorit saya. Tema risetnya adalah game online dan parental mediation.
Lalu saya bertemu dengan mas Eka Indarta dari Jogja Media Net. Saya sampaikan maksud kedatangan sembari menjelaskan sekilas penelitian dan data yang dibutuhkan. Mas Eka ini orangnya baik dan kooperatif dengan peneliti(an). Meskipun dia seorang praktisi, dia rajin mencari dan mengumpulkan literatur tentang teknologi komunikasi dan informasi, new media, dan lain sebagainya. Senangnya lagi, Mas Eka ini termasuk praktisi yang tidak pelit berbagi data dan mendiskusikannya. Bahkan sepanjang saya mengenalnya, dia cocok jadi pengajar. Dalam diskusi-diskusi ia menjelaskan teknologi informasi dengan konsep-konsep ilmiah, mengeja definisi suatu istilah, juga memberikan contoh terapannya.
Berkaitan dengan data yang saya butuhkan, Mas Eka malah memberikan masukan bagi penelitian ini. Menurutnya sekarang terjadi pergeseran definisi tentang akses internet, yaitu dari akses publik (melalui fasilitas umum seperti hotspot maupun warnet) menjadi akses personal. Hampir semua orang sekarang mengakses internet dari perangkat mobile yang bersifat personal mulai dari laptop, tablet, smartphone, dan HP kurang smart. hehe
Berbicara tentang game online, sekarang sudah tidak relevan jika dikaitkan dengan jumlah game center di suatu daerah. Alasannya adalah bahwa sekarang pengguna game cenderung bergeser dari perangkat fixed (PC misalnya) ke mobile gadget. Dalam pameran-pameran komputer akhir-akhir ini, tingkat penjualan PC menurun secara signifikan sementara penjualan laptop, tablet, dan smartphone meningkat tajam. Oleh karena itu konsep yang lebih relevan digunakan sekarang adalah penetrasi internet. yaitu jumlah pengguna internet dibandingkan jumlah seluruh penduduk di suatu daerah.
Terkait dengan penetrasi internet, Jogja boleh berbangga karena tingkat penetrasi internetnya lebih tinggi dibandingkan Jakarta. Penetrasi internet di DIY mencapai 38,5%, sedangkan DKI sebesar 36,9%. Jika dilihat dari perangkat yang digunakan untuk mengakses internet, sebagian besar (63%) pengguna internet di Jogja menggunakan perangkat komputer dekstop, sedangkan di DKI mayoritas menggunakan smartphone.
Konsep yang menarik lainnnya adalah pengklasifikasian pengguna internet yaitu digital imigrant dan digital native. Digital imigrant adalah pengguna internet yang mengenal internet saat dewasa. Umumnya saat ini mereka yang berusia 34 tahun ke atas. kelompok ini sering merasa harus selalu belajar menyesuaikan diri untuk mengoperasikan gadget, bagaimana menggunakan email, dan jejaring sosial. mereka ini juga tidak mudah untuk berganti-ganti platform perangkat lunak.
Digital native adalah generasi pengguna internet yang lahir dan berkembang dalam era internet yang serba terdigitalisasi dan terkoneksi. kelompok ini cenderung membentuk tren di dunia maya. Mereka mulai mengadopsi istilah-istilah yang berasal dari pengalaman berinternet ke dalam bahasa sehari-hari misalnya lemot, copy paste, konek. mereka yang termasuk dalam digital native saat ini adalah mereka yang berusia di bawah 34 tahun.
Kembali soal game online, ada beberapa kecenderungan pergeseran pengguna dan format game online. Pertama, game online berkembang dari game ‘berat’ ke game yang ‘ringan’. Yang dimaksud dengan game berat adalah game yang menuntut perangkat dan kecepatan data dengan spesifikasi yang tinggi untuk memainkannya. yang termasuk game berat antara lain DOTA, Ragnarok, dan Winning Eleven. Sedangkan game ringan adalah game dengan visual dan cara kerja yang sederhana sehingga tidak membutuhkan perangkat yang spek-nya tinggi. yang termasuk dalam game ringan adalah game yang ada di smartphone atau facebook. Kedua, game online berkembang biasanya berasal dari social media seperti Facebook. Dengan adanya game di platform social media seperti Facebook, pengguna bisa mengundang atau mengajak temannya untuk mengunduh lalu memainkannya baik sendiri maupun bersama. Hal ini berdampak pada alur bisnis game online yaitu bermula dari aplikasi berbasis multimedia platform, social media, games, baru terakhir commerce. sebagai contoh aplikasi Line yang menyediakan fungsi messenger dengan emoticon yang lucu. Selain itu juga ada beberapa games yang terintegrasi. Untuk mendapatkan emoticon yang lebih banyak pengguna bisa melakukan dua cara, memainkan game dan mengundang teman atau membayar untuk bisa mengunduh emoticon. ketiga, seiring dengan berkembangnya game ringan berbasis social media, pengguna game online saat ini cenderung didominasi oleh anak berusia 12 ke bawah. karena game ringan biasanya juga simpel cara kerjanya. ibarat kata main game hanya dengan sekali pencet. tidak serumit game berat yang menuntut kemampuan berfikir.
Demikian sekilas pengetahuan yang saya dapat hari ini. Terima kasih Mas Eka atas obrolan dan datanya. Juga terima kasih mbak Yayuk yang sudah memberi kesempatan terlibat.

Referensi: DR. Ir. Didit Herawan, MBA (ed.). 2013. Profil Pengguna Internet Indonesia 2012. Jakarta: APJII

0 komentar:

Posting Komentar